Penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia
masih jauh dari harapan. Sebagai bukti sampai Februari 2015 hanya 30 % (166
kabupaten/kota) yang menerapkan kawasan tanpa asap rokok, dari 403 kabupaten
dan 98 kota di Indonesia (Kemenkes, 2015). Padahal pembentukan peraturan
kawasan tanpa rokok oleh pemerintah daerah melalui Undang-Undang Republik
Indonesia No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pada bagian ketujuh belas pasal
115 telah enam tahun diberlakukan, tetapi tidak menunjukan hasil yang
signifikan. Hal ini menggambarkan belum meratanya kesadaran Pemerintah Daerah
menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok.
Pemerintah daerah yang belum menetapkan
kawasan tanpa rokok mempunyai banyak kendala. Permasalahan yang sering ditemui
dalam pembentukan kawasan tanpa rokok antara lain adalah sumber daya manusia
yang lemah dalam mensosialisasi dan mendukung program ini, anggaran daerah
kurang, dan peran masyarakat yang tidak ada. Dukungan semua pihak terhadap
penerapan kawasan tanpa rokok oleh Pemerintah Daerah sangat penting mengingat
manfaat kebijakan tersebut.
Berkaitan dengan Ranperda Cagar Budaya, dalam
upaya pelestariannya, sejatinya negara bertanggung jawab penuh dalam pengaturan
pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya. Idealnya, Cagar Budaya
dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah, dengan meningkatkan peran serta
masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan Cagar Budaya tersebut.
Secara implisit, amanat dari Undang-Undang
Cagar Budaya telah menegaskan pentingnya pelestarian Cagar Budaya sebagai hasil
peradaban budaya masa lalu. Hal ini dilatarbelakangi bahwa Cagar Budaya
mengandung informasi masa lalu, terutama hasil peradaban dan kebudayaan yang
mencerminkan nilai-nilai keluhuran bangsa.
Dengan demikian, melalui Cagar Budaya
masyarakat yang hidup pada masa sekarang dan masa yang akan datang kelak
tentunya akan dapat mengenal dan mempelajari nilai-nilai dari proses budaya
yang telah diwarisi.
Terkait dengan usulan Rancangan Peraturan Daerah Kota Malang Tentang Kawasan
Tanpa Rokok dan Cagar Budaya, Fraksi Gerindra memandang perlu untuk
menyampaikan catatan sebagai berikut :
Kawasan Tanpa Rokok
1.
Mengingat pentingnya
Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Kawasan Tanpa Rokok, maka hendaknya kebijakan
tersebut harus diterapkan secara tegas nantinya. Agar efektif, maka Peraturan
Daerah ini harus disosialisasikan secara sederhana dan jelas, sehingga dapat
dilaksanakan oleh masyarakat dan sah secara hukum.
2.
Perencanaan yang baik dan
sumber daya yang cukup menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan Ranperda dan
penegakan hukum. Upaya ini juga harus melibatkan usaha swadaya dari masyarakat.
Dengan melibatkan organisasi profesi dan ataupun lembaga kemasyarakatan untuk
membangun dukungan masyarakat umum, diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan
terhadap implementasi peraturan ini kelak.
3.
Penggunaan rokok
elektronik yang saat ini marak digunakan terbukti tidak layak dipakai sebagai
pengganti rokok. Namun demikian, ketentuan penggunaan Rokok Elektrik tidak
secara ekplisit diatur dalam Ranperda ini. Kami berharap peraturan daerah ini
juga mempertimbangkan untuk memberlakukan hal yang sama terhadap penggunaan
rokok elektronik sebagaimana rokok non elektronik.
4.
Pelaksanaan dari
peraturan Kawasan Tanpa Rokok, penegakan hukum, dan hasilnya harus terus-menerus
dipantau dan dievaluasi secara berkelanjutan.
Cagar Budaya
5.
Paradigma pelestarian
Cagar Budaya saat ini tidak semata terbelenggu pada tindakan mempertahankan
saja, akan tetapi sudah menuntut pada tahap pengembangan dan pemanfaatan yang
berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Tidak sekadar pewarisan benda,
tetapi sudah menuntut pada pewarisan pengelolaan dalam bentuk pembangunan yang
memberikan dampak pada aspek kesejahteraan masyarakat.
6.
Keberadaan Perda ini
nantinya, selain sebagai landasan hukum bagi pelestarian dan penyelamatan cagar
budaya yang ada di Kota Malang, sekaligus merupakan bentuk pengakuan dan
perlindungan atas eksistensi, baik secara kelembagaan maupun secara kegiatan pelestarian
dan penyelamatan cagar budaya, yang telah dilakukan selama bertahun-tahun.
Banyak pihak sangat apresiatif terhadap Ranperda tentang Cagar Budaya ini dan
berharap agar Rancangan Peraturan Daerah ini bisa segera diundangkan menjadi
Peraturan Daerah.
7.
Pada dasarnya, upaya
pelestarian Cagar Budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
saja, melainkan menjadi perhatian bersama seluruh komponen masyarakat.
Pemerintah sebagai pengemban amanah perlu melibatkan masyarakat, swasta dan
lembaga-lembaga negara lainnya. Pemerintah perlu membangun konsep sinergisme
dari segala elemen bangsa untuk menyamakan persepsi, sekaligus bersama-sama
memberikan perhatian untuk pengelolaan yang terhadap pelestarian Cagar Budaya.
8. Mengingat bahwa sifat dari Cagar Budaya mudah rusak,
tidak tergantikan, tidak bisa ditukar, dan tidak bisa diperbaharui, maka kelalaian
dalam melakukan pelestarian Cagar Budaya sama artinya dengan menghilangkan aset
budaya bangsa. Untuk itu, upaya pelestarian mutlak harus dilakukan, agar
warisan budaya masa lalu tetap lestari, kini dan nanti. Terkait dengan upaya ini, tentunya juga harus
diimbangi dengan langkah strategis termasuk juga dalam hal alokasi anggaran
untuk menunjang program dan kegiatan pelestarian dan penyelamatan cagar budaya.
Demikian Pendapat Akhir Fraksi Partai Gerindra terhadap Rancangan Peraturan
Daerah ini. Poin-poin penting dan catatan yang kami sampaikan dalam Pendapat ini
adalah merupakan bagian tak terpisahkan
dengan pendapat fraksi dan Panitia Khusus Penyempurnaan Ranperda tentang
Kawasan Tanpa Rokok dan Cagar Budaya.
Dengan mengucapkan Bismilahirrahmanirrahim, Fraksi Partai Gerindra
menyatakan Dapat Menerima “Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Kota
Malang Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Cagar Budaya” untuk di sahkan
menjadi Peraturan Daerah Kota Malang.
Malang, 03 Januari 2018
Fraksi Partai Gerakan Indonesia
Raya
DPRD Kota Malang
K e t u a
Drs. SALAMET
0 comments:
Post a Comment